ARTICLE AD BOX
Tanaman pangan non beras yang memiliki nilai jual yang menjanjikan ini disarankan ditanam oleh petani, karena memiliki waktu panen yang cepat dan mampu beradaptasi di lahan kritis.
Keunggulan jagung Arumba ini sudah dibuktikan saat panen bersama di lahan percontohan hutan kota, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Sabtu (15/3) pagi. Panen bersama dihadiri Bupati dr I Nyoman Sutjidra, Wakil Bupati Gede Supriatna, Forkopimda, Sekda Buleleng Gede Suyasa, dan pimpinan OPD Pemkab Buleleng.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng Gede Melandrat usai panen mengatakan, jagung Arumba merupakan varietas baru yang memiliki tekstur daging jagung yang legit seperti ketan. Varietas ini sudah banyak dibudidayakan di sejumlah wilayah Kecamatan Gerokgak. Hasil panen jagung ini tidak hanya laris di lokal, tetapi banyak juga dikirim ke wilayah Madura, Jawa Timur.
“Jagung ini kadar gulanya rendah, waktu panennya cepat, jadi dua bulan sudah bisa panen. Kalau jagung lokal kisaran 3-6 bulan baru panen. Harganya juga bagus, lebih mahal. Kalau dijual muda untuk sayur dan olahan makanan, harga di pasaran 3 buah Rp 5.000,” jelas Melandrat.
Banyaknya keunggulan varietas jagung Arumba membuat Dinas Pertanian mendorong masyarakat untuk membudidayakannya. Terlebih lagi varietas ini sangat tahan jika ditanam di lahan kritis. Hal ini menambah peluang peningkatan kesejahteraan petani. “Kalau masa panen bisa dua bulan, artinya setahun petani bisa tanam lima kali. Ini cukup menjanjikan selain untuk kesejahteraan petani juga mendukung program swasembada pangan, menopang produksi beras, karena sama-sama mengandung karbohidrat tinggi,” ucap Melandrat.
Bupati Sutjidra melihat hasil panen yang bagus di hutan kota, mendorong pengembangan komoditas jagung Arumba di Kabupaten Buleleng. Termasuk memberikan edukasi kepada para petani dalam pengembangannya.
“Jadi ini cocok sekali untuk dipraktikkan oleh petani-petani dan ini cocok sekali di lahan kritis karena tidak perlu banyak air,” kata Sutjidra.
Pengembangan jagung Arumba ini juga sebagai bentuk dukungan daerah khususnya di Kabupaten Buleleng dalam gerakan ketahanan pangan dari pemerintah pusat dan program kemandirian pangan. Menurut Sutjidra ada 4.000 hektare lahan tidur yang sudah dimanfaatkan menjadi lahan pertanian terintegrasi, seperti di hutan kota Singaraja. Upaya ini akan terus digencarkan menyasar puluhan ribu hektare lahan tidur lain yang ada di wilayah Buleleng barat dan timur.
“Mudah-mudahan dengan percontohan ini petani kembali bergairah untuk menanam jagung Arumba. Sudah kita coba tadi jadi rasanya gurih dan nilai jualnya juga cukup tinggi. Ini termasuk program 100 hari kita di bidang pangan. Mewujudkan kemandirian pangan kita lakukan dengan memanfaatkan lahan kritis di Buleleng,” papar Sutjidra. 7 k23