Kisah Pedagang Paling ‘Senior’ di Pasar Kereneng, Denpasar

1 day ago 5
ARTICLE AD BOX
Namun, bagi pedagang di dalamnya, pasar legendaris Kota Denpasar ini adalah rumah yang telah mengisi perut anak dan cucu mereka selama berpuluh tahun seperti Desak Ketut Murdi,85.

Desak Ketut Murdi atau yang akrab disapa Dewa Niang Mangku adalah pedagang tertua yang masih aktif berjualan di Pasar Kereneng. Perempuan kelahiran Banjar Dualang, Desa Sibanggede, Kecamatan Abiansemal, Badung ini sudah jadi pedagang di pasar yang berlokasi di Jalan Kamboja, Denpasar tersebut sejak tahun 1960.

Kala itu, Dewa Niang masih berusia 20 tahun. Sudah menikah namun belum dikaruniai anak. Kini, usianya sudah delapan dekade lebih dan telah dikaruniai enam anak dan beberapa cucu. Sebagian besar hidupnya selama 65 tahun terakhir dihabiskan berjualan di Pasar Kereneng. “Sudah kadung di sini saya dapat berkah diberikan Ida Melanting. Saya sampai punya anak banyak dan sampai punya rumah juga,” beber Dewa Niang ketika ditemui NusaBali.com, Selasa (20/5/2025). Kata Dewa Niang, kedatangannya ke Denpasar dilatarbelakangi kondisi ekonomi di Desa Sibanggede kala itu yang serba sulit. Ia dan sang suami, Dewa Made Lanus (Alm), lantas memberanikan diri merantau ke Denpasar agar dapur bisa mengepul dan perut bisa terisi.
Pada tahun 1960 tersebut, Pasar Kereneng belum memiliki bangunan permanen seperti sekarang. Kala itu, hanya ada tanah lapang yang dikelilingi persawahan dengan tenda bertiang kayu untuk pedagang berjualan. Komoditas pertama yang dijajakan Dewa Niang adalah beras yang ia ambil sendiri ke Tabanan setiap hari. Dewa Niang mengaku dirinya beruntung lantaran awal-awal berdagang, Pasar Kereneng kala itu selalu ramai. Apapun yang dijual pedagang mulai dari hasil pertanian, kain, pakan ternak, dan lain-lain selalu laris karena belum banyak pedagang yang menggelar dagangan kala itu.

“Hasil berdagang dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk membeli tanah dan bangun rumah. Anak pertama saya lahir tahun 1963,” ungkap Dewa Niang. Dari hasil berdagang di Pasar Kereneng, ia mampu menghidupi keluarganya sampai membuka usaha lain seperti rumah kos. Meski begitu, ia tetap memilih berjualan sampai usia senjanya karena ingin terus mengingat asal muasal bisa bertahan di Denpasar yakni karena berjodoh dengan Pasar Kereneng.

“Sudah berjodoh di sini dan yakin dengan Ida Sang Hyang Melanting bahwa rezeki saya itu ada di sini, di Pasar Kereneng,” tegas Dewa Niang. Dari masa genting seperti masa transisi Orde Lama ke Orde Baru tahun 1965 sampai pedagang direlokasi tahun 1973 untuk pembangunan gedung tiga lantai Pasar Kereneng. Kemudian, krisis moneter tahun 1998 sampai pandemi Covid-19 tahun 2020, Dewa Niang tetap mempercayakan rezekinya di Pasar Kereneng. “Sejak Covid itu sampai sekarang masih sepi, artinya tidak seperti sebelum itu. Sekarang saya jualan snack untuk banten dan satu dari dua kios saya sewakan ke pedagang lain,” ujar Dewa Niang di sela menunggu pelanggan di Toko Putra Dewata, Selasa siang. Kini, rencana revitalisasi Pasar Kereneng oleh Pemerintah Kota Denpasar kembali mengemuka. Dewa Niang berharap pengelola pasar bijaksana soal rencana revitalisasi tersebut meskipun ia mengaku para pedagang belum rela dipindahkan dari pasar.

Sebab, ada dua kekhawatiran pedagang dengan rencana revitalisasi pasar seperti yang sudah-sudah yakni tempat relokasi tidak layak. Kemudian, hasil revitalisasi dinilai ‘merugikan’ pedagang karena desain gedung tidak ramah pengunjung, serta potensi perubahan lokasi dan ukuran kios. 7 ol1
Read Entire Article