Koster Tak Mau Beri Ampun WNA Berulah

4 days ago 5
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster tegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap warga negara asing (WNA) yang membuat onar dan melanggar hukum di Bali. Ketegasan itu dibuktikan saat Koster mendatangi langsung Kantor Imigrasi Denpasar untuk mengawal proses deportasi WNA asal Amerika Serikat (AS), Mitchell McMahon,27, yang berulah di sebuah klinik di Pecatu, Kuta Selatan, Badung.

“Jadi hari ini (kemarin) merupakan momentum pertama buat saya sebagai Gubernur untuk melakukan tindakan tegas dan keras kepada wisatawan asing yang berperilaku tidak baik selama berada di Provinsi Bali. Jadi tidak ada ampun dan kita berharap deportasi yang dilakukan ini akan menjadi pelajaran sekaligus peringatan kepada semua wisatawan asing yang berkunjung ke Bali untuk patuh pada hukum, menghormati budaya dan kearifan lokal Bali,” tegas Koster dalam konferensi pers yang digelar di Aula Kantor Imigrasi Denpasar, Senin (14/4) siang. Sebelumnya, Mitchell McMahon, WNA asal Amerika Serikat menjadi sorotan publik usai terekam mengamuk dan merusak fasilitas di Nusa Medika Klinik Pratama, Jalan Labuan Sait, Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Sabtu (12/4) dini hari. 

Bukannya memulihkan diri, Mitchell justru memicu kericuhan dan membahayakan pasien lain saat sadar di ruang perawatan. Dalam konferensi pers kemarin Gubernur Koster didampingi Kepala Kantor Wilayah Dirjen Imigrasi Bali Parlindungan, Kadis Pariwisata Bali Tjokorda Bagus Pemayun, dan perwakilan dari Polda Bali. Menariknya, Gubernur Koster sendiri yang membeberkan kronologis kejadian ini. Ia menerangkan, awalnya Mitchell datang ke klinik dalam kondisi tak sadar bersama satu temannya. Namun saat siuman, dia langsung mengamuk bahkan memukul rekannya, dan merusak fasilitas.

“Setelah tersadar, pelaku bukannya tenang. Ia malah bertindak agresif hingga menimbulkan perkelahian, mengancam pasien lain dan menyebabkan kerusakan. Ini tidak bisa ditoleransi,” kata Koster. Pihak klinik yang khawatir akan keselamatan pasien kemudian meminta bantuan Linmas Desa Pecatu dan kepolisian. Mitchell akhirnya diamankan dan dibawa ke Polsek Kuta Selatan untuk dimintai keterangan. Di sana, ia mengakui kesalahan dan bersedia mengganti seluruh kerusakan. 

Kasus ini memang diselesaikan secara damai dengan pihak klinik, namun negara tetap bertindak tegas. Polresta Denpasar lalu berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Ngurah Rai. Dari hasil pemeriksaan, diketahui Mitchell masuk ke Indonesia pada 2 April 2025 menggunakan visa on arrival (VoA) dengan izin tinggal berlaku hingga 1 Mei 2025. Ia memastikan deportasi dilakukan, Senin kemarin pukul 19.00 Wita. Gubernur Koster menegaskan Bali bukan tempat bagi wisatawan asing yang tak menghormati norma dan hukum lokal. 

“Bali adalah rumah yang terbuka. Tapi bukan berarti bebas berbuat seenaknya. Siapa pun yang datang harus hormat pada hukum, adat, dan budaya Bali,” tandas Koster. “Jangan sampai citra pariwisata kita dirusak oleh perilaku yang tidak sepantasnya. Kalau kita ikuti di negara-negara lain, di negaranya saja dia tertib. Coba kalau kita ke Jepang, ke Amerika ke Eropa, Australia, warga negaranya tertib di negaranya. Tapi kalau ke Bali kemudian kok nakal? Ini kan aneh, maka tidak ada ampun ini, yang begini harus ditindak tegas," tutur Koster.

Koster juga menyampaikan data deportasi selama tiga bulan pertama tahun ini. “Saya perlu menyampaikan, sejak Januari sampai 31 Maret 2025, total WNA yang dideportasi dari Bali sebanyak 128 orang. Terbanyak dari Rusia 32 orang, Amerika Serikat 10 orang, Ukraina 8 orang, lalu Australia, India, dan Timor Leste masing-masing 6 orang,” paparnya.

Sebagai langkah lanjutan, Gubernur Koster rencananya akan menyusun peraturan daerah (Perda) yang memperkuat regulasi terkait perilaku wisatawan asing selama berada di Bali. Perda tersebut akan melengkapi Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru bagi Wisatawan Asing yang sebelumnya merupakan penyempurnaan dari SE Nomor 4 Tahun 2023. "Akan dibuatkan peraturan daerah," kata Koster seusai menghadiri konferensi pers.

Ia menegaskan saat ini penindakan terhadap WNA yang berulah tetap berpegang pada undang-undang yang berlaku. Selain itu, petugas Imigrasi juga sudah menjalankan operasi penertiban orang asing. "Undang-undangnya sudah ada. (Tim Pora) akan dibentuk. Kan sekarang sudah ada operasi penertiban," tukas Koster. Tim Penanganan Orang Asing (Tim Pora) rencananya juga akan dimaksimalkan perannya dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan.

Kakanwil Ditjen Imigrasi Bali Parlindungan menyatakan bahwa Mitchell telah melanggar Pasal 406 KUHP tentang pengerusakan, Pasal 75 ayat (1) UU Keimigrasian, serta Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing. “Pelaku dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan. Ini untuk menjaga ketertiban umum dan menjamin Bali tetap aman sebagai destinasi kelas dunia,” ujar Parlindungan.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Laurens Raja Mangapul Haselo mengungkapkan hasil penyelidikan pihaknya terhadap WNA tersebut. “Ada indikasi narkoba. Kami pastikan karena saat di rumah sakit dan mulai sadar kita interogasi, pelaku menyampaikan bahwa dia merasa seperti berada di alam lain saat kejadian dan kaget lalu berontak. Pada saat itulah yang kami pikirkan bahwa ini pasti ada indikasi narkoba. Setelah tes urine, hasilnya positif THC dan kokain,” jelas Kompol Laurens.

Namun, menurut dia, pelaku tidak dikenakan proses hukum pidana lanjutan karena tidak ditemukan barang bukti. “Setelah tes urine, kami geledah tempat tinggalnya dan tidak ditemukan narkoba atau alat konsumsi. Jadi tidak cukup unsur untuk memproses pidana,” ujarnya. Pihaknya juga menjelaskan, dari hasil test strip, kadar narkoba dalam tubuh pelaku sudah tipis yang berarti penggunaan dilakukan 5 sampai 7 hari sebelum kejadian. “Kemungkinan dia pakai di Bali, dia sudah sekitar dua minggu di sini,” sebut Kompol Laurens.

Kompol Laurens juga menjelaskan setelah mengamuk dan merusak klinik, Mitchell dibawa ke Polsek setempat oleh pecalang dan aparat polisi. Rencana pelaporan sempat disiapkan, namun akhirnya urung dilakukan setelah terjadi kesepakatan damai antara pihak klinik dan pelaku. "Kerugian Rp 35 juta sudah dibayar sesuai prosedur. Karena itu, laporan tidak jadi dibuat," terang Kompol Laurens. Terkait asal muasal kedatangan Mitchell ke klinik, Laurens menyebut pihaknya belum mendalami lebih jauh. "Dia dibawa oleh temannya, tapi apakah temannya ini sama dengan yang menemaninya dari tempat hiburan sebelumnya, atau hanya mengantar ke rumah sakit, kami belum bisa pastikan. Kami merangkum kejadian yang di TKP saja," pungkasnya. 7 t
Read Entire Article