ARTICLE AD BOX
Mereka yang melakukan bunuh diri akan mengalami penderitaan di dunia berikutnya dan tidak akan mendapatkan kebahagiaan sejati.
BEBERAPA sumber media menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2024, Bali mencatat peningkatan signifikan dalam kasus bunuh diri, dengan total 95 kasus yang dilaporkan. Angka ini menempatkan tingkat bunuh diri di Pulau Dewata mencapai 3,07 persen populasi, atau lima kali lipat angka nasional, menjadikan Bali sebagai provinsi dengan tingkat bunuh diri tertinggi di Indonesia. Dari total kasus, 72 melibatkan laki-laki dan 23 perempuan. Dari segi usia, 0-18 tahun ada 7 kasus; 19-25 tahun 11 kasus; 26-40 tahun 25 kasus; di atas 40 tahun 52 kasus. Metode yang paling umum digunakan adalah gantung diri dan konsumsi racun.
Di Gianyar terjadi 20 kasus bunuh diri pada 2024, meningkat dari 15 kasus pada tahun sebelumnya. Salah satu kasus yang mencolok melibatkan seorang pelajar yang nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jembatan. Di Bangli mencatat 20 kasus bunuh diri sepanjang tahun 2024, dengan wilayah Kintamani sebagai daerah dengan kasus terbanyak. Kasus terakhir terjadi pada 25 Desember 2024, melibatkan seorang lansia di wilayah Bunutin, Kecamatan Bangli. Di Denpasar, pasangan suami istri ditemukan tewas berpelukan di kamar rumah mereka di Jalan Kebo Iwa Utara, Desa Padangsambian Kaja. Di Tabanan, seorang perempuan berinisial GASD ditemukan tak sadarkan diri setelah menenggak racun serangga di Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara. Di Badung, kakak beradik asal Buleleng ditemukan tewas bunuh diri di Jembatan Tukad Bangkung.
Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain:
- Perubahan Sosial dan Ekonomi. Perubahan mendadak dalam masyarakat, krisis ekonomi, dan longgarnya kontrol sosial dapat memicu peningkatan angka bunuh diri.
- Tekanan Sosial dan Kedekatan Keluarga. Perubahan kondisi ekonomi, pekerjaan, sosial, dan menurunnya kedekatan dalam keluarga turut berkontribusi terhadap tingginya angka bunuh diri di Bali.
- Gangguan Kesehatan Mental. Depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar merupakan faktor biologis yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
- Keterbatasan Akses Layanan Kesehatan Jiwa. Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan jiwa membuat individu yang mengalami masalah mental tidak mendapatkan bantuan yang diperlukan.
- Tekanan Sosial-Ekonomi. Besarnya tekanan sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat dewasa ini mengakibatkan semakin banyak orang yang mengalami depresi dan gangguan kesehatan mental.
- Faktor Asmara, Ekonomi, Pendidikan, dan Pekerjaan. Masalah dalam hubungan asmara, kesulitan ekonomi, tekanan pendidikan, dan beban pekerjaan juga menjadi penyebab tingginya angka bunuh diri di Bali.
Peningkatan angka bunuh diri ini menyoroti kebutuhan mendesak akan manajemen krisis yang efektif dan perhatian khusus terhadap kesehatan mental di Bali. Dalam ajaran Hindu, bunuh diri (ātma-hatyā) dipandang sebagai tindakan yang bertentangan dengan dharma, karma, dan ahimsa (prinsip non-kekerasan). Hindu mengajarkan bahwa kehidupan manusia adalah kesempatan berharga untuk menjalankan karma dan mencapai moksha (pembebasan), sehingga mengakhiri hidup sebelum waktunya dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum alam dan spiritual.
Dahulu, praktik Sati (seorang janda yang membakar diri setelah kematian suaminya) pernah ada, tetapi tidak dianjurkan dalam teks Hindu utama. Praktik ini kemudian dilarang karena bertentangan dengan prinsip ahimsa. Ada juga Prayopavesa yang berbeda dari bunuh diri yang dilakukan karena keputusasaan. Prayopavesa adalah tindakan meninggalkan tubuh secara sadar melalui puasa, yang dilakukan oleh seorang yogi atau sannyasi yang telah menyelesaikan semua kewajiban dunianya.
Masyarakat Bali dapat mengurangi angka bunuh diri dengan memperkuat pendidikan agama, mengajarkan konsep moksha sebagai tujuan hidup, serta meningkatkan praktik bhakti yoga, meditasi, dan tirta yatra untuk ketenangan batin. Peran banjar dan desa adat penting dalam membangun kebersamaan dan mendukung mereka yang mengalami tekanan mental. Selain itu, integrasi layanan kesehatan mental berbasis ajaran Hindu, seperti konseling spiritual dan terapi ayurveda, dapat membantu individu mengatasi stres dan depresi dengan cara yang lebih sehat dan selaras dengan dharma. 7